BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
1. Latar
Belakang sosial
Perilaku
atau tindak kekerasan dalam rumah tangga sebagai fakta sosial bukanlah perkara
baru dari perspektif sosiologis masyarakat Indonesia. Kekerasan dalam rumah
tangga (KDRT) merupakan fakta sosial yang bersifat universal karena dapat
terjadi dalam sebuah rumah tangga tanpa pembedaan budaya, agama, suku bangsa,
dan umur pelaku maupun korbannya, karena dapat terjadi dalam rumah tangga
keluarga sederhana, miskin dan terbelakang maupun rumah tangga keluarga
kaya, terdidik, terkenal, dan terpandang. Tindak kekerasan dapat dilakukan oleh
suami atau istri terhadap pasangan masing-masing, atau terhadap anak-anak,
anggota keluarga yang lain, dan terhadap pembantu mereka secara berlainan
maupun bersamaan. Perilaku merusak ini berpotensi kuat menggoyahkan sendi-sendi
kehidupan rumah tangga dengan sederetan akibat di belakangnya, termasuk yang
terburuk seperti tercerai-berainya suatu rumah
tangga(http://www.djpp.depkumham.go.id/hukum-pidana/649-kekerasan-dalam-rumah-tangga-dalam-perspektif-sosiologi.html).
2. Latar belakang yuridis
Undang-undang No. 23 tahun 2004 mengenai
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) yang terdiri dari 10 bab dan
56 pasal, yang diharapkan dapat menjadi payung perlindungan hukum bagi anggota
dalam rumah tangga, khususnya perempuan dari segala tindak kekerasan. Undang-undang PKDRT ini menyebutkan bahwa:
Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap
perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya
kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan
penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,
pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah
tangga (Pasal 1 ayat 1). Lingkup rumah tangga dalam Undang-Undang ini meliputi
(Pasal 2 ayat 1):
a.
Suami, isteri, dan anak (termasuk anak
angkat dan anak tiri).
b.
Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga
dengan orang sebagaimana dimaksud dalam angka 1, karena hubungan darah,
perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah
tangga (mertua, menantu, ipar dan besan)
c.
Orang yang bekerja membantu rumah tangga
dan menetap dalam rumah tangga.
3.
Latar belakang ekonomi.
Kekerasan dalam rumah tangga dapat
dipicu oleh banyak faktor, diantaranya ada faktor ekonomi. Kekerasan dalam
rumah tangga yang disebabkan faktor ekonomi, bisa digambarkan misalnya,
minimnya penghasilan suami dalam mencukupi kebutuhan rumah tangga, terkadang
ada seorang istri yang terlalu banyak menuntut dalam hal untuk memenuhi
kebutuhan rumah tangga, baik dari kebutuhan sandang pangan maupun kebutuhan
pendidikan. Dari permasalahan yang terjadi menyebabkan pertengkaran antara
suami dan istri yang akhirnya menimbulkan kekerasan dalam rumah tangga. Kedua
belah pihak tidak lagi bisa mengontrol emosi masing-masing(http://www.lbh.or.id/fact-58.htm).
B.
Perumusan Masalah
Perumusan masalah ini mempermudah kita untuk memahami inti dari isi
makalah tersebut. Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan
Bagaimanakah kasus kekerasan dalam rumah tangga?
BAB II
KEKERASAN DALAM RUMAH
TANGGA
A.
Pengertian Kekerasaan Dalam Rumah
Tangga
Kekerasan dalam rumah tangga
(disingkat KDRT) adalah kekerasan
yang dilakukan di dalam rumah tangga baik oleh suami maupun oleh
istri. Menurut Pasal 1 UU Nomor 23 tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) .
Kekerasan
Dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan,
yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual,
psikologis, dan penelantaran rumah tangga termasuk ancaman
untuk melakukan perbuatan, pemaksaan,
perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga(http://www.djpp.depkumham.go.id/hukum-pidana/677-penegakan-hukum-kejahatan-kekerasan-dalam-rumah-tangga.html).
B. Bentuk-Bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga
1. Kekerasan Fisik
a.
Kekerasan fisik berat berupa penganiayaan berat seperti menendang memukul, menyundut, melakukan percobaan
pembunuhan dan semua perbuatan lain yang dapat mengakibatkan:
1)
Cedera berat
2)
Tidak mampu menjalankan tugas
sehari-hari
3)
Pingsan
4)
Luka berat pada tubuh korban dan atau
luka yang sulit disembuhkan atau yang menimbulkan bahaya mati
5)
Kehilangan salah satu panca indera.
6)
Mendapat cacat.
7)
Menderita sakit lumpuh.
8)
Terganggunya daya pikir selama 4 minggu
lebih
9)
Gugurnya atau matinya kandungan seorang
perempuan
10)
Kematian korban.
b.
Kekerasan fisik ringan, berupa menampar, menjambak,
mendorong, dan perbuatan lainnya yang mengakibatkan:
1)
Cedera ringan
2)
Rasa sakit dan luka fisik yang tidak masuk
dalam kategori berat
3)
Melakukan repitisi kekerasan fisik
ringan dapat dimasukkan ke dalam jenis kekerasan berat.
2. Kekerasan Psikis
a. Kekerasan
psikis berat, berupa tindakan pengendalian, manipulasi,
eksploitasi,
kesewenangan, perendahan dan penghinaan, dalam bentuk pelarangan, pemaksaan dan isolasi sosial, tindakan dan atau
ucapan yang merendahkan atau menghina, kekerasan dan atau ancaman kekerasan
fisik, seksual dan ekonomis; yang masing-masingnya
bisa mengakibatkan penderitaan psikis berat.
b. Kekerasan
psikis ringan, berupa tindakan pengendalian,
manipulasi, eksploitasi, kesewenangan, perendahan dan penghinaan, dalam bentuk
pelarangan, pemaksaan, dan isolasi sosial; tindakan dan atau ucapan yang
merendahkan atau menghina; penguntitan; ancaman kekerasan fisik, seksual dan
ekonomis;yang masing-masingnya bisa mengakibatkan penderitaan psikis ringan.
3. Kekerasan Seksual
a.
Kekerasan seksual berat, berupa:
1)
Pelecehan seksual dengan kontak fisik,
seperti meraba, menyentuh organ seksual, mencium secara paksa, merangkul serta
perbuatan lain yang menimbulkan rasa muak/jijik, terteror, terhina dan merasa
dikendalikan.
2)
Pemaksaan hubungan seksual tanpa persetujuan
korban atau pada saat korban tidak menghendaki.
3)
Pemaksaan hubungan seksual dengan cara
tidak disukai, merendahkan dan atau menyakitkan.
4)
Pemaksaan hubungan seksual dengan orang
lain untuk tujuan pelacuran dan atau tujuan tertentu.
5)
Terjadinya hubungan seksual dimana
pelaku memanfaatkan posisi ketergantungan korban yang seharusnya dilindungi.
6)
Tindakan seksual dengan kekerasan fisik
dengan atau tanpa bantuan alat yang menimbulkan sakit, luka,atau cedera.
b.
Kekerasan seksual ringan, berupa
pelecehan seksual secara verbal seperti komentar verbal, gurauan porno, siulan,
ejekan dan julukan dan atau secara non verbal, seperti ekspresi wajah, gerakan
tubuh atau pun perbuatan lainnya yang meminta perhatian seksual yang tidak
dikehendaki korban bersifat melecehkan dan atau menghina korban.
4. Kekerasan Ekonomi
Kekerasan ekonomi berat, yakni tindakan eksploitasi,
manipulasi dan pengendalian lewat sarana ekonomi berupa:
a.
Memaksa korban bekerja dengan cara
eksploitatif termasuk pelacuran.
b.
Melarang korban bekerja tetapi
menelantarkannya.
Mengambil
tanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan korban, merampas dan atau
memanipulasi harta benda korban(http://lembagaaspiresperempuan.\blogdetik .com/2010/06/05/apa-saja-bentuk-bentuk-kekerasan-dalam-rumah-tangga).
C. Penyebab Kekerasaan Dalam Rumah Tangga
Penyebab Kekerasaan Dalam Rumah Tangga adalah:
1.
Laki-laki dan perempuan tidak dalam
posisi yang setara
2.
Masyarakat menganggap laki-laki dengan
menanamkan anggapan bahwa laki-laki harus kuat, berani serta tanpa ampun
3.
KDRT dianggap bukan sebagai permasalahan
sosial, tetapi persoalan pribadi terhadap relasi suami istri pemahaman keliru terhadap ajaran agama,
sehingga timbul anggapan bahwa laki-laki boleh menguasai perempuan( http://www.lbh-.or.id/fact-58.htm).
BAB
III
DESKRIPSI KASUS
KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
A.
Kronologis Kasus Kekerasaan Dalam
Rumah Tangga.
1.
Kasus
Hein Kaluku, Anak Kandung Dicekik Sampai Mati.
Terdakwa Hein Kaluku
(46 tahun) dikaruniai anak 3 orang: Nadha Masitha, Nur Kherani Ardita,
dan Ardian, dari hasil perkawinan dengan isterinya Hj. Kusumawaji Wardaniyah.
Terdakwa sering berlaku kasar pada isteri dan anak-anaknya. Hein Kaluku pernah menganiaya anaknya (Nanda) dengan cara
mencekik dan membenturkan kepala anak tersebut ke dinding, ketika anaknya
Ardian bermaksud memperbaiki sadel sepedanya yang rusak dengan tali rafia
tetapi tidak berhasil sepeda itu dibawa ke bengkel. Tukang di bengkel minta
supaya bapaknya (Hein Kaluku) membeli sadel baru, karena sadel yang rusak tidak
bisa diperbaiki.
Setelah dicoba
memperbaiki dengan lakban tidak juga berhasil, dan Ardian merengek terus
minta uang pada bapaknya. Tiba-tiba Hein Kaluku mencekik leher anaknya dan
menjeratnya dengan tali rafia, sehingga anak itu mengalami gagal pernafasan
yang menyebabkan dia meninggal dunia seketika.
Kasus Unggul
Nicanor Siahaan, Pemukulan Terhadap Istri.
Terdakwa Nicanor
melakukan perbuatan kekerasan fisik terhadap isterinya Riama Fransiska Boru
Manik hanya karena masalah kecil. Terdakwa kehilangan uang Rp. 100.000,- dan
menuduh isterinya yang mengambil. Merasa tidak pernah mengambil uang dimaksud, isteri membantah sehingga timbul
pertengkaran. Terdakwa merasa jengkel lalu memukul mata kiri dan pelipis
sebelah kiri isteri, sehingga ia merintih kesakitan. Terdakwa terus mendesak
supaya isteri mengaku, yang memaksanya mengeluarkan kata-kata menyakitkan.
Terdakwa melakukan aksi kekerasan berikutnya dengan cara menumbuk bagian lengan
tangan sebelah kiri dan kanan. Perbuatan itu menyebabkan isteri yang menjadi
saksi korban menderita kesakitan karena pelipis mata dan lengan sebelah
kiri bengkak, yang seluruhnya dinyatakan dalam visum et repertum oleh Dr. Donny Mega Surya dari RSU Sarah Medan(http://www.djppdepkumham.go.id/hukum-pidana/649-kekeras
an-dalam-rumah-tangga-dalam-perspektif-sosiologi.html.).
2.
Kasus Max Don dan Imaniar Norsaid,
Penganiayaan Terhadap Pembantu Rumah Tangga.
Max Don (34 tahun),
seorang pria kelahiran Srilangka berkebangsaan Singapura, bertempat tinggal di
Jakarta Timur menikahi seorang perempuan bernama Imaniar Norsaid (35 tahun).
Seorang perempuan pembantu rumah tangganya bernama Istiroqah yang baru bekerja
selama 3 bulan. Penganiayaan disebabkan perasaan tidak puas dengan hasil
pekerjaan pembantu mencuci pakaian yang menyebabkan terdakwa (Imaniar) marah-marah
dan memukul bagian kepala saksi (Istiroqah) dengan tangan dan kemudian
menggunakan kayu gagang pembersih lantai.
Max
Don menendang dengan mengenai pinggul Istiroqah yang menyebabkan dia terjatuh
ke lantai. Max Don menjambak perempuan malang itu serta meremas wajahnya,
mencekik dan menendang lagi yang membuat Istiroqah terjatuh untuk kedua
kalinya. Kekerasan fisik tersebut menyebabkan Istiroqah menderita sakit dan
luka-luka yang terdapat di leher dengan kulit kemerahan 10 x 2 cm, bagian pinggul
kiri luka memar (3 x 2 cm), tulang kering bagian kanan luka memar (3 x 2 cm),
mata kanan luka memar (3 x 1,1/2 cm). sesuai dengan laporan visum et repertum yang dibuat oleh Dr.
Ny. Yanti Arbi dari RS. Persahabatan Jakarta Timur(http://www.djppdepkumham.go.id/hukum-pidana/649-kekerasan-dalam-rumah-tangga-dalam-perspektif-sosiologi.html.).
B. Solusi penyelesaian yang telah
dilaksanakan
1.
Kasus
Hein Kaluku, anak kandung dicekik sampai mati.
Jaksa
Penuntut Umum menguraikan bahwa terdakwa dikenakan lima macam dakwaan berlapis
karena melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 44 ayat (3) UU
Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga,
Pasal 80 ayat (3) UU Nomor 23 tahun 2003 tentang Perlindungan Anak, serta Pasal
338, Pasal 351 ayat (3), dan Pasal 306 ayat (2) KUHP. Jaksa menuntut bahwa terdakwa bersalah
melakukan tindak pidana yaitu, melakukan
kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga terhadap anak kandungnya Muhammad
Ardian yang mengakibatkan mati. sebagaimana diatur dalam UU nomor 23 tahun 2004
tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, dan menuntut terdakwa
dijatuhkan pidana 12 (duabelas) tahun penjara. Berdasarkan
hasil pemeriksaan dalam sidang pengadilan, Hakim Pengadilan Negeri Makassar
menyatakan bahwa terdakwa Hein Kaluku terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana ”dengan
sengaja membiarkan orang dalam keadaan sengsara yang mengakibatkan mati, sedang
ia wajib memberi perawatan pada orang itu karena hukum yang berlaku atasnya”.
Hakim menghukum terdakwa dengan pidana
penjara selama 7 (tujuh) tahun(http://www.djppdepkumham.go.id/hukum-pidana/649-kekerasan-dalam-rumah-tangga-dalam-perspektif-sosiologi.html.).
2. Kasus Unggul Nicanor Siahaan, Pemukulan Terhadap
Istri.
Pengadilan
Negeri Medan menyatakan terdakwa Unggul Vicanor Siahaan (Nicanor)
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan ”tindak pidana penganiayaan” terhadap isterinya, dan menjatuhkan
pidana penjara selama 2 (dua tahun). Hasil keputusan tersebut dibatalkan oleh
Pengadilan Tinggi Medan, dan menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan
meyakinkan melakukan tindak pidana
yaitu, perbuatan dengan kekerasan terhadap keluarganya
maka terdakwa dihukum pidana penjara selama 2 (dua) tahun 6 (enam)
bulan(Error!
Hyperlink reference not valid.).
3.
Kasus
Maxdon dan Imaniar Norsaid, penganiayaan terhadap pembantu rumah tangga.
Jaksa
penuntut umum menyatakan bahwa Max Don dan Imaniar Norsaid terbukti secara sah
dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yaitu penganiayaan secara bersama-sama
sebagai orang yang melakukan tindak pidana sebagai perbuatan berlanjut, jaksa menjatuhkan pidana
terhadap terdakwa Max Don dan Imaniar masing-masing 1 (satu) tahun dan 10
(sepuluh).
C. Efektivitas solusi yang telah
dilaksanakan.
Penerapan UU NO 23 Tahun 2004 tentang
penghapusan kekerasan dalam rumah tangga belum efektif, terjadi peningkataan
tindak kekerasaan dalam rumah tangga. Peningkatan kasus kekerasaan dalam rumah
tangga, setelah berlakunya UU NO 23 Tahun 2004, mulai dari tahun 2003 7.787
kasus, tahun 2004 14.020 kasus, pada tahun 2005 sebanyak 20.391 kasus, pada
tahun 2006 sebanyak 22.512 kasus, pada tahun 2007 sebanyak 25.522 kasus, pada
tahun 2008 sebanyak 54.425 kasus, tahun 2009 143586 kasus mengenai kekerasaan
dalam rumah tangga. pada tahun 2010, terdapat sebanyak 148.486 perceraian atau
sekitar 52% yang disebabkan oleh penelantaran sebagaimana disebutkan dalam UU
PKDRT No.23 Tahun 2004. Komisi
Perempuan (2005) mengindikasikan 72% dari perempuan melaporkan tindak kekerasan
sudah menikah dan pelakunya suami. Mitra
Perempuan (2005) 80% dari perempuan yang melapor pelakunya adalah para suami,
mantan suami, pacar laki-laki, kerabat atau orang tua, 4,5% dari perempuan yang
melapor berusia dibawah 18 tahun. Pusat
Krisis Perempuan di Jakarta (2005) 9 dari 10 perempuan yang memanfaatkan pelayanan mengalami
lebih dari satu jenis kekerasan(http//:www.ham.go.id).
D. Solusi Alternatif Kekerasaan Dalam
Rumah Tangga
Menurut
penulis solusi alternatif kasus kekerasaan dalam rumah tangga yaitu dengan
cara, berikut adalah
kiat-kiat yang dapat dilakukan dalam upaya mencegah terjadinya kekerasan dalam
rumah tangga:
1.
Menjalin komunikasi yang harmonis dan
efektif antar anggota keluarga. Dengan adanya jalinan komunikasi
yang baik antar anggota keluarga memungkinkan segala permasalahan yang terjadi
dapat lebih mudah
diatasi.
diatasi.
2.
Saling memberi dukungan secara moral apabila ada
anggota keluarga yang berada dalam kesulitan..
3.
Saling menghargai (pendapat, pola pikir) antar
anggota keluarga.
4.
Menjalin keterbukaan anggota keluarga dalam segala
hal. Salah satu
faktor penting untuk menjaga keharmonisan rumah tangga adalah adanya
keterbukaan antar anggota keluarga. Dengan
sikap saling terbuka mendorong kita untuk selalu bersikap jujur dan saling
berbagi dengan anggota keluarga. Apapun permasalahan yang
kita alami akan mudah didiskusikan dan diselesaikan bersama-sama.
5.
Saling
memaafkan apabila salah satu angota keluarga melakukan kesalahan.
6.
Segera
melaporkan ke lembaga yang berwenang, apabila telah terjadi tindak kekerasan
dalam rumah tangga baik psikis maupun fisik.
7.
Kekerasaan
dalam rumah tangga dengan kampanye penghapusan
kekerasaan dalam rumah tangga, hal ini harus digencarkan agar masyarakat tidak
lagi pasif ketika menjadi korban kekerasaan.
8.
Membentuk
pusat pelayanan terpadu pemberdayaan perempuan dan anak (tidak hanya
pendampingan hukum, namun diberi pelatihan sesuai kemampuan individu didalam masyarakat).
9.
Pengaktifan
lembaga perlindungan perempuan dan anak disetiap kabupaten.
10. Memberi
perlindungan hukum yang dirancang khusus untuk merespon kebutuhan korban
kejahatan KDRT dan anggota keluarganya yang ditetapkan oleh Pengadilan
sebagaimana diatur dalam pasal 28-38 UU No. 23 tahun 2004.
BAB
IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan
terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau
penderitaan secara fisik,
seksual,
psikologis, dan penelantaran rumah tangga termasuk ancaman
untuk melakukan perbuatan, pemaksaan,
perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Penegakan
hukum di Indonesia dirasa masih lemah karena masih banyak kasus yang melibatkan
aparatur Negara untuk melakukan tindak pidana salah satunya kasus kekerasan
dalam rumah tangga. Berdasarkan UU NO 23 Tahun 2004 tentang penghapusan
kekerasan dalam rumah tangga belum efektif, terjadi peningkataan tindak
kekerasaan dalam rumah tangga.
B. Saran
- Pemerintah Harus bertanggung jawab dalam upaya pencegahan kekerasan dalam rumah tangga dengan cara mempertegas proses hukum dengan dikenai sanksi pidana berlapis.
- Pemerintah harus menyediakan penyelenggaraan pelayanan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga, misalnya dengan:
a)
Penyediaan Ruang Pelayanan Khusus (RPK)
di kantor kepolisian.
b)
Penyediaan aparat, tenaga kesehatan,
pekerja sosial, dan pembimbing rohani.
c)
Pembuatan dan pengembangan sistem dan
mekanisme kerja sama program pelayanan yang melibatkan pihak yang mudah diakses
oleh korban.
d)
Memberikan perlindungan bagi pendamping,
saksi, keluarga, dan teman korban
DAFTAR
PUSTAKA
Depkumham.
2012. “Kekerasan dalam Rumah Tangga”
http://www.djppdepkumham.go.id/hukum-pidana/649-kekerasan-dalam
rumah-tangga-dalam-perspektif-sosiologi.html.
(diakses tanggal 10 Desember 2012, pukul 15.00)
Depkumham.
2012. “Penegakan Hukum Kekerasan dalam Rumah Tangga” http://www.djpp.depkumham.go.id/hukum-pidana/677-penegakan-hukum- kejahatan-kekerasan-dalam-rumah-tangga.html. (diakses tanggal 10 Desember 2012, pukul
15.00)
Salim, Zafrullah. 2010. “Lima Kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga” .
http://www.djpp.depkumham.go.id/hukum-pidana/511-putusan-badan-peradilan-tentang-tindak-pidana-kdrt.html.
(diakses tanggal 10 Desember 2012, pukul 15.00)
(http//:www.ham.go.id.(diakses
tanggal 10 Desember 2012, pukul 15.00)
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar