Rabu, 20 November 2013

makalah kekerasan dalam rumah tangga



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar  Belakang  Masalah
1.      Latar  Belakang  sosial
          Perilaku atau tindak kekerasan dalam rumah tangga sebagai fakta sosial bukanlah perkara baru dari perspektif sosiologis masyarakat Indonesia. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) merupakan fakta sosial yang bersifat universal karena dapat terjadi dalam sebuah rumah tangga tanpa pembedaan budaya, agama, suku bangsa, dan umur pelaku maupun korbannya, karena dapat terjadi dalam rumah tangga keluarga sederhana, miskin dan  terbelakang maupun rumah tangga keluarga kaya, terdidik, terkenal, dan terpandang. Tindak kekerasan dapat dilakukan oleh suami atau istri terhadap pasangan masing-masing, atau terhadap anak-anak, anggota keluarga yang lain, dan terhadap pembantu mereka secara berlainan maupun bersamaan. Perilaku merusak ini berpotensi kuat menggoyahkan sendi-sendi kehidupan rumah tangga dengan sederetan akibat di belakangnya, termasuk yang terburuk seperti tercerai-berainya suatu rumah tangga(http://www.djpp.depkumham.go.id/hukum-pidana/649-kekerasan-dalam-rumah-tangga-dalam-perspektif-sosiologi.html).
2.      Latar belakang yuridis
        Undang-undang No. 23 tahun 2004 mengenai Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) yang terdiri dari 10 bab dan 56 pasal, yang diharapkan dapat menjadi payung perlindungan hukum bagi anggota dalam rumah tangga, khususnya perempuan dari segala tindak kekerasan. Undang-undang PKDRT ini menyebutkan bahwa:
 Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (Pasal 1 ayat 1). Lingkup rumah tangga dalam Undang-Undang ini meliputi (Pasal 2 ayat 1):
a.       Suami, isteri, dan anak (termasuk anak angkat dan anak tiri).
b.       Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud dalam angka 1, karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga (mertua, menantu, ipar dan besan)
c.       Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga.

3.      Latar belakang ekonomi.
         Kekerasan dalam rumah tangga dapat dipicu oleh banyak faktor, diantaranya ada faktor ekonomi. Kekerasan dalam rumah tangga yang disebabkan faktor ekonomi, bisa digambarkan misalnya, minimnya penghasilan suami dalam mencukupi kebutuhan rumah tangga, terkadang ada seorang istri yang terlalu banyak menuntut dalam hal untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, baik dari kebutuhan sandang pangan maupun kebutuhan pendidikan. Dari permasalahan yang terjadi menyebabkan pertengkaran antara suami dan istri yang akhirnya menimbulkan kekerasan dalam rumah tangga. Kedua belah pihak tidak lagi bisa mengontrol emosi masing-masing(http://www.lbh.or.id/fact-58.htm).



B.     Perumusan Masalah
         Perumusan masalah ini mempermudah kita untuk memahami inti dari isi makalah tersebut. Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan Bagaimanakah kasus kekerasan dalam rumah tangga?


BAB II
KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

A.    Pengertian Kekerasaan Dalam Rumah Tangga
        Kekerasan dalam rumah tangga (disingkat KDRT) adalah kekerasan yang dilakukan di dalam rumah tangga baik oleh suami maupun oleh istri. Menurut Pasal 1 UU Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) .
Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan  penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan,  perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga(http://www.djpp.depkumham.go.id/hukum-pidana/677-penegakan-hukum-kejahatan-kekerasan-dalam-rumah-tangga.html).

B.  Bentuk-Bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga

1.    Kekerasan Fisik

a.    Kekerasan fisik berat berupa penganiayaan berat seperti menendang memukul, menyundut, melakukan percobaan pembunuhan dan semua perbuatan lain yang dapat mengakibatkan:
1)   Cedera berat
2)   Tidak mampu menjalankan tugas sehari-hari
3)   Pingsan
4)   Luka berat pada tubuh korban dan atau luka yang sulit disembuhkan atau yang menimbulkan bahaya mati
5)   Kehilangan salah satu panca indera.
6)   Mendapat cacat.
7)   Menderita sakit lumpuh.
8)   Terganggunya daya pikir selama 4 minggu lebih
9)   Gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan
10)    Kematian korban.
b.    Kekerasan fisik ringan, berupa menampar, menjambak, mendorong, dan perbuatan lainnya yang mengakibatkan:
1)   Cedera ringan
2)    Rasa sakit dan luka fisik yang tidak masuk dalam kategori berat
3)   Melakukan repitisi kekerasan fisik ringan dapat dimasukkan ke dalam jenis kekerasan berat.

2.    Kekerasan Psikis

a.     Kekerasan psikis berat, berupa tindakan pengendalian, manipulasi, eksploitasi, kesewenangan, perendahan dan penghinaan, dalam bentuk pelarangan, pemaksaan dan isolasi sosial, tindakan dan atau ucapan yang merendahkan atau menghina, kekerasan dan atau ancaman kekerasan fisik, seksual dan ekonomis; yang masing-masingnya bisa mengakibatkan penderitaan psikis berat.
b.    Kekerasan psikis ringan, berupa tindakan pengendalian, manipulasi, eksploitasi, kesewenangan, perendahan dan penghinaan, dalam bentuk pelarangan, pemaksaan, dan isolasi sosial; tindakan dan atau ucapan yang merendahkan atau menghina; penguntitan; ancaman kekerasan fisik, seksual dan ekonomis;yang masing-masingnya bisa mengakibatkan penderitaan psikis ringan.

3.     Kekerasan Seksual

a.    Kekerasan seksual berat, berupa:
1)      Pelecehan seksual dengan kontak fisik, seperti meraba, menyentuh organ seksual, mencium secara paksa, merangkul serta perbuatan lain yang menimbulkan rasa muak/jijik, terteror, terhina dan merasa dikendalikan.
2)      Pemaksaan hubungan seksual tanpa persetujuan korban atau pada saat korban tidak menghendaki.
3)      Pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak disukai, merendahkan dan atau menyakitkan.
4)      Pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan pelacuran dan atau tujuan tertentu.
5)      Terjadinya hubungan seksual dimana pelaku memanfaatkan posisi ketergantungan korban yang seharusnya dilindungi.
6)      Tindakan seksual dengan kekerasan fisik dengan atau tanpa bantuan alat yang menimbulkan sakit, luka,atau cedera.
b.    Kekerasan seksual ringan, berupa pelecehan seksual secara verbal seperti komentar verbal, gurauan porno, siulan, ejekan dan julukan dan atau secara non verbal, seperti ekspresi wajah, gerakan tubuh atau pun perbuatan lainnya yang meminta perhatian seksual yang tidak dikehendaki korban bersifat melecehkan dan atau menghina korban.

4.    Kekerasan Ekonomi

          Kekerasan ekonomi berat, yakni tindakan eksploitasi, manipulasi dan pengendalian lewat sarana ekonomi berupa:
a.    Memaksa korban bekerja dengan cara eksploitatif termasuk pelacuran.
b.    Melarang korban bekerja tetapi menelantarkannya.
Mengambil tanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan korban, merampas dan atau memanipulasi harta benda korban(http://lembagaaspiresperempuan.\blogdetik .com/2010/06/05/apa-saja-bentuk-bentuk-kekerasan-dalam-rumah-tangga).

C.    Penyebab Kekerasaan Dalam Rumah Tangga

Penyebab Kekerasaan Dalam Rumah Tangga adalah:
1.    Laki-laki dan perempuan tidak dalam posisi yang setara
2.    Masyarakat menganggap laki-laki dengan menanamkan anggapan bahwa laki-laki harus kuat, berani serta tanpa ampun
3.    KDRT dianggap bukan sebagai permasalahan sosial, tetapi persoalan pribadi terhadap relasi suami istri pemahaman keliru terhadap ajaran agama, sehingga timbul anggapan bahwa laki-laki boleh menguasai perempuan( http://www.lbh-.or.id/fact-58.htm).


BAB III
DESKRIPSI KASUS KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

A.    Kronologis Kasus Kekerasaan Dalam Rumah Tangga.
1.    Kasus Hein Kaluku, Anak Kandung Dicekik Sampai Mati.
          Terdakwa Hein Kaluku (46 tahun)  dikaruniai anak 3 orang: Nadha Masitha, Nur Kherani Ardita, dan Ardian, dari hasil perkawinan dengan isterinya Hj. Kusumawaji Wardaniyah. Terdakwa sering berlaku kasar pada isteri dan anak-anaknya. Hein Kaluku  pernah menganiaya anaknya (Nanda) dengan cara mencekik dan membenturkan kepala anak tersebut ke dinding, ketika anaknya Ardian bermaksud memperbaiki sadel sepedanya yang rusak dengan tali rafia tetapi tidak berhasil sepeda itu dibawa ke bengkel. Tukang di bengkel minta supaya bapaknya (Hein Kaluku) membeli sadel baru, karena sadel yang rusak tidak bisa diperbaiki.
          Setelah dicoba memperbaiki  dengan lakban tidak juga berhasil, dan Ardian merengek terus minta uang pada bapaknya. Tiba-tiba Hein Kaluku mencekik leher anaknya dan menjeratnya dengan tali rafia, sehingga anak itu mengalami gagal pernafasan yang menyebabkan dia meninggal dunia seketika.
Kasus Unggul Nicanor Siahaan, Pemukulan Terhadap Istri.
          Terdakwa Nicanor melakukan perbuatan kekerasan fisik terhadap isterinya Riama Fransiska Boru Manik hanya karena masalah kecil. Terdakwa kehilangan uang Rp. 100.000,- dan menuduh isterinya yang mengambil. Merasa tidak pernah mengambil uang dimaksud, isteri membantah sehingga timbul pertengkaran. Terdakwa merasa jengkel lalu memukul mata kiri dan pelipis sebelah kiri isteri, sehingga ia merintih kesakitan. Terdakwa terus mendesak supaya isteri mengaku, yang memaksanya mengeluarkan kata-kata menyakitkan. Terdakwa melakukan aksi kekerasan berikutnya dengan cara menumbuk bagian lengan tangan sebelah kiri dan kanan. Perbuatan itu menyebabkan isteri yang menjadi saksi korban menderita kesakitan karena pelipis mata dan lengan  sebelah kiri bengkak, yang seluruhnya dinyatakan dalam visum et repertum oleh Dr. Donny Mega Surya dari RSU Sarah Medan(http://www.djppdepkumham.go.id/hukum-pidana/649-kekeras an-dalam-rumah-tangga-dalam-perspektif-sosiologi.html.).
2.    Kasus Max Don dan Imaniar Norsaid, Penganiayaan Terhadap Pembantu Rumah Tangga.
Max Don (34 tahun), seorang pria kelahiran Srilangka berkebangsaan Singapura, bertempat tinggal di Jakarta Timur menikahi seorang perempuan bernama Imaniar Norsaid (35 tahun). Seorang perempuan pembantu rumah tangganya bernama Istiroqah yang baru bekerja selama 3 bulan. Penganiayaan disebabkan perasaan tidak puas dengan hasil pekerjaan pembantu mencuci pakaian yang menyebabkan terdakwa (Imaniar) marah-marah dan memukul bagian kepala saksi (Istiroqah) dengan tangan dan kemudian menggunakan kayu gagang pembersih lantai.
            Max Don menendang dengan mengenai pinggul Istiroqah yang menyebabkan dia terjatuh ke lantai. Max Don menjambak perempuan malang itu serta meremas wajahnya, mencekik dan menendang lagi yang membuat Istiroqah terjatuh untuk kedua kalinya. Kekerasan fisik tersebut menyebabkan Istiroqah menderita sakit dan luka-luka yang terdapat di leher dengan kulit kemerahan 10 x 2 cm, bagian pinggul kiri luka memar (3 x 2 cm), tulang kering bagian kanan luka memar (3 x 2 cm), mata kanan luka memar (3 x 1,1/2 cm). sesuai dengan laporan visum et repertum yang dibuat oleh Dr. Ny. Yanti Arbi dari RS. Persahabatan Jakarta Timur(http://www.djppdepkumham.go.id/hukum-pidana/649-kekerasan-dalam-rumah-tangga-dalam-perspektif-sosiologi.html.).
B.     Solusi penyelesaian yang telah dilaksanakan
1.      Kasus Hein Kaluku, anak kandung dicekik sampai mati.
          Jaksa Penuntut Umum menguraikan bahwa terdakwa dikenakan lima macam dakwaan berlapis karena melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 44 ayat (3) UU Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga,  Pasal 80 ayat (3) UU Nomor 23 tahun 2003 tentang Perlindungan Anak, serta Pasal 338, Pasal 351 ayat (3), dan Pasal  306 ayat (2) KUHP.  Jaksa  menuntut bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yaitu, melakukan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga terhadap anak kandungnya Muhammad Ardian yang mengakibatkan mati. sebagaimana diatur dalam UU nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, dan menuntut terdakwa dijatuhkan pidana 12 (duabelas) tahun penjara. Berdasarkan hasil pemeriksaan dalam sidang pengadilan, Hakim Pengadilan Negeri Makassar menyatakan bahwa terdakwa Hein Kaluku terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ”dengan sengaja membiarkan orang dalam keadaan sengsara yang mengakibatkan mati, sedang ia wajib memberi perawatan pada orang itu karena hukum yang berlaku atasnya”. Hakim menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama 7 (tujuh) tahun(http://www.djppdepkumham.go.id/hukum-pidana/649-kekerasan-dalam-rumah-tangga-dalam-perspektif-sosiologi.html.).
2.     Kasus Unggul Nicanor Siahaan, Pemukulan Terhadap Istri.
          Pengadilan Negeri Medan  menyatakan terdakwa Unggul Vicanor Siahaan (Nicanor) terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan ”tindak pidana penganiayaan” terhadap isterinya, dan menjatuhkan pidana penjara selama 2 (dua tahun). Hasil keputusan tersebut dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi Medan, dan menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana yaitu, perbuatan dengan kekerasan terhadap keluarganya maka terdakwa dihukum  pidana penjara selama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan(Error! Hyperlink reference not valid.).
3.     Kasus Maxdon dan Imaniar Norsaid, penganiayaan terhadap pembantu rumah tangga.
          Jaksa penuntut umum menyatakan bahwa Max Don dan Imaniar Norsaid terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yaitu penganiayaan secara bersama-sama sebagai orang yang melakukan tindak pidana sebagai  perbuatan berlanjut, jaksa menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Max Don dan Imaniar masing-masing 1 (satu) tahun dan 10 (sepuluh).

C.    Efektivitas solusi yang telah dilaksanakan.
          Penerapan UU NO 23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga belum efektif, terjadi peningkataan tindak kekerasaan dalam rumah tangga. Peningkatan kasus kekerasaan dalam rumah tangga, setelah berlakunya UU NO 23 Tahun 2004, mulai dari tahun 2003 7.787 kasus, tahun 2004 14.020 kasus, pada tahun 2005 sebanyak 20.391 kasus, pada tahun 2006 sebanyak 22.512 kasus, pada tahun 2007 sebanyak 25.522 kasus, pada tahun 2008 sebanyak 54.425 kasus, tahun 2009 143586 kasus mengenai kekerasaan dalam rumah tangga. pada tahun 2010, terdapat sebanyak 148.486 perceraian atau sekitar 52% yang disebabkan oleh penelantaran sebagaimana disebutkan dalam UU PKDRT No.23 Tahun 2004. Komisi Perempuan (2005) mengindikasikan 72% dari perempuan melaporkan tindak kekerasan sudah menikah dan pelakunya suami.  Mitra Perempuan (2005) 80% dari perempuan yang melapor pelakunya adalah para suami, mantan suami, pacar laki-laki, kerabat atau orang tua, 4,5% dari perempuan yang melapor berusia dibawah 18 tahun.  Pusat Krisis Perempuan di Jakarta (2005) 9 dari 10 perempuan yang memanfaatkan pelayanan mengalami lebih dari satu jenis kekerasan(http//:www.ham.go.id).
D.    Solusi Alternatif Kekerasaan Dalam Rumah Tangga
          Menurut penulis solusi alternatif kasus kekerasaan dalam rumah tangga yaitu dengan cara, berikut adalah kiat-kiat yang dapat dilakukan dalam upaya mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga:
1.        Menjalin komunikasi yang harmonis dan efektif antar anggota keluarga. Dengan adanya jalinan komunikasi yang baik antar anggota keluarga memungkinkan segala permasalahan yang terjadi dapat lebih mudah
diatasi.
2.        Saling memberi dukungan secara moral apabila ada anggota keluarga yang berada dalam kesulitan..
3.        Saling menghargai (pendapat, pola pikir) antar anggota keluarga.
4.        Menjalin keterbukaan anggota keluarga dalam segala hal. Salah satu faktor penting untuk menjaga keharmonisan rumah tangga adalah adanya keterbukaan antar anggota keluarga. Dengan sikap saling terbuka mendorong kita untuk selalu bersikap jujur dan saling berbagi dengan anggota keluarga. Apapun permasalahan yang kita alami akan mudah didiskusikan dan diselesaikan bersama-sama.
5.        Saling memaafkan apabila salah satu angota keluarga melakukan kesalahan.
6.        Segera melaporkan ke lembaga yang berwenang, apabila telah terjadi tindak kekerasan dalam rumah tangga baik psikis maupun fisik.
7.        Kekerasaan dalam rumah tangga dengan  kampanye penghapusan kekerasaan dalam rumah tangga, hal ini harus digencarkan agar masyarakat tidak lagi pasif ketika menjadi korban kekerasaan.
8.        Membentuk pusat pelayanan terpadu pemberdayaan perempuan dan anak (tidak hanya pendampingan hukum, namun diberi pelatihan sesuai kemampuan individu didalam masyarakat).
9.        Pengaktifan lembaga perlindungan perempuan dan anak disetiap  kabupaten.
10.    Memberi perlindungan hukum yang dirancang khusus untuk merespon kebutuhan korban kejahatan KDRT dan anggota keluarganya yang ditetapkan oleh Pengadilan sebagaimana diatur dalam pasal 28-38 UU No. 23 tahun 2004.









BAB IV
PENUTUP
A.    Kesimpulan
          Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan  penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan,  perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Penegakan hukum di Indonesia dirasa masih lemah karena masih banyak kasus yang melibatkan aparatur Negara untuk melakukan tindak pidana salah satunya kasus kekerasan dalam rumah tangga. Berdasarkan UU NO 23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga belum efektif, terjadi peningkataan tindak kekerasaan dalam rumah tangga.
B.     Saran
  1. Pemerintah Harus bertanggung jawab dalam upaya pencegahan kekerasan dalam rumah tangga  dengan cara mempertegas proses hukum dengan dikenai sanksi pidana berlapis.
  2. Pemerintah harus menyediakan  penyelenggaraan pelayanan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga, misalnya dengan:
a)      Penyediaan Ruang Pelayanan Khusus (RPK) di kantor kepolisian.
b)      Penyediaan aparat, tenaga kesehatan, pekerja sosial, dan pembimbing rohani.
c)      Pembuatan dan pengembangan sistem dan mekanisme kerja sama program pelayanan yang melibatkan pihak yang mudah diakses oleh korban.
d)     Memberikan perlindungan bagi pendamping, saksi, keluarga, dan teman korban
DAFTAR PUSTAKA

Depkumham. 2012. “Kekerasan dalam Rumah Tangga” http://www.djppdepkumham.go.id/hukum-pidana/649-kekerasan-dalam rumah-tangga-dalam-perspektif-sosiologi.html. (diakses tanggal 10 Desember 2012, pukul 15.00)
Depkumham. 2012. “Penegakan Hukum Kekerasan dalam Rumah Tangga”  http://www.djpp.depkumham.go.id/hukum-pidana/677-penegakan-hukum-  kejahatan-kekerasan-dalam-rumah-tangga.html. (diakses tanggal 10 Desember 2012, pukul 15.00)
Salim, Zafrullah. 2010. “Lima Kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga” . http://www.djpp.depkumham.go.id/hukum-pidana/511-putusan-badan-peradilan-tentang-tindak-pidana-kdrt.html. (diakses tanggal 10 Desember 2012, pukul 15.00)
 (http//:www.ham.go.id.(diakses tanggal 10 Desember 2012, pukul 15.00)
 (http://www.lbh.or.id/fact-58.htm. (diakses tanggal 10 Desember 2012, pukul 15.00)
13
 
                              




Tidak ada komentar:

Posting Komentar